Tuesday 31 January 2012

Fuckin' crazy trip with oca.

It was yesterday. Tuesday, after we had a cource in our school. I'd like to bought an English book in bookstore-- where place on Metropolitan Mall Bekasi. I went with Oca, my friend. She said she also wanted to looking for new books.

And then, it happened.


We lost.

Kemarin, hari selasa. abis try out di sekolah, sejenis bimpel gitu lah, saya nggak ngerti. sekitar jam 3 sore, ujan. bresss. saya dan teman-teman saya yang lain nunggu samapai hujannya berhenti. udah berhenti, kami semua pulang. seperti yang tadi saya bilang, I'd like to bought an English book. saya pergi ke sana sama Oca. karena rumahnya searah dengan Mall Metropolitan. dan oca bilang, dia juga mau ikut ke toko bukunya. dan kita menunggu angkutan umum yang lewat.

Ada yang lewat. angkutan nomor 15a. dan jujur--saya nggak tau angkutan itu arahnya kemana, dan kata Oca, naik ini bisa. oke, kita naik dan bruumm, angkutan melaju.

Ada perempatan. saya nggak tahu namanya perempatan apa, intinya ada perempatan disitu. Biasanya kalo ke Metropolitan Mall kan lurus, ya? nah ini--angkutan yang kita tumpangi, malah belok.

mampus lo. panik saya panik. tapi tetep stay cool hahaha. enggak, enggak saya panik serius. dan parahnya, sialnya, oca juga nggak tahu angkutan yang kita naikin jurusan mana.

oke, kita tunggu, tunggu dan tunggu sampe angkutan yang kita naikin itu nembus ke jalan besar. dan yeay!! angkutannya nembus di dekat stasiun. saya sama oca turun disitu, dan kami jalan. dari arah stasiun, menunggu angkutan lain yang siap membawa kita.

Waaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa nggak ada angkutan yang lewat! gila gila gila gila. mana disitu keadaannya oca lagi kebelet mau buang air kecil hahahahaha. we walked, we walked, we walked. dari stasiun sampe kantor walikota. dan, Thanks God! ada angkutan yang lewat. nomor 09b kalo nggak salah. kita naik itu dan...


voilaaaa!!!

we made it! 

Kita sampai di Metropolitan Mall dengan, alhamdulillah-nya selamat.

dan ini benar-benar fuckin' crazy tip with her.

gue kapok jalan sama lo lagi, Ca.

Sunday 29 January 2012

When It Was Autumn #7

Aku menunggu pintu lift terbuka. Perkataan temanku tadi--bahwa si Zombie, si Zombie terkutuk itu menyukaiku masih terngiang. Bodoh. Mengapa harus ku pikirkan? Ia tidak tahu apa-apa. Kenapa harus percaya perkataannya? Itu 'kan hanya sekedar omongan. Bukan kenyataannya.

Ting!

Pintu lift terbuka.

Entah keseimbangan tubuhku yang jelek atau bagaimana, saat aku ingin masuk ke dalam lift, tidak sengaja aku menginjak sepatu orang itu--orang yang berada di dalam lift. Cepat-cepat aku mendongak untuk meminta maaf, tapi tiba-tiba mulutku terkunci. Aku tidak bisa bicara. Di saat seperti ini? Sial.


"Are you blind?" bentak orang itu dingin. Seperti biasa. "Ah, bodoh. Cepatlah masuk ke dalam. Kau mau turun ke bawah, kan?" aku masih terdiam di depan lift itu. "Cepat masuk atau aku akan menutup pintu lift-nya dan kau terpaksa harus turun memakai tangga." aku tersentak dan segera masuk ke dalam lift sebelum pintu lift itu ditutup.

Ia menekan tombol dan pintu lift langsung tertutup.

***

 Ting! 

Pintu lift terbuka kembali. Dan aku segera keluar dari dalam lift. Aku baru saja menghabiskan 10 detik di dalam lift bersama si Zombie terkutuk itu. Astaga, 10 detik memang bukan waktu yang lama. Tapi tetap saja, Zombie itu..

Aku 'kan sudah terlanjur kesal padanya!

Aku mengencangkan lilitan syal yang terlilit di leherku. Berjalan cepat dan segera menghilang di balik pintu besi itu. Meninggalkan si Zombie pemakan otak disana. Sendirian. Hei, apa peduliku?

"Tunggu," Aku mendengar langkah berat di belakangku. Siapa? Orang itu memanggilku? Pasti bukan aku.

"Kau yang memakai mantel berwarna cokelat dan memakai syal, berhentilah!" Aku berhenti. Ya, benar-benar berhenti. Kaget karena suara itu. Aku membalikkan badan dan menunjuk ke arah dadaku sendiri. Aku?

Ia mengangguk. Mengulurkan tangan kanannya dan memberikan sebuah dompet berwarna hitam. Dompet itu.. punyaku? Hah? Ah, ya pasti terjatuh saat aku sedang mencari ponselku di dalam tas.

"Punyamu," ujarnya. Hei, suaranya tidak lagi dingin. Jarang sekali aku mendengar suaranya yang seperti ini. Aku meraih dompet yang di ulurkannya. "Periksalah. Aku memang tidak mengambil apa-apa, tapi kalau kau mau memeriksanya untuk memastikan," ia menggedikkan kedua bahunya.

Aku cepat-cepat menggeleng. "Aku.. percaya. Percaya kalau kau tidak mungkin, kau tahu, mengambil uangku." ia tertawa kecil. Ia, tertawa. Baru sekali ini aku melihatnya tertawa. Ia selalu tampil dengan ekspresi wajahnya yang keras dan datar setiap hari. Dan saat melihatnya tersenyum untuk pertama kalinya, aku merasa kalau ia tak pantas aku sebut Zombie pemakan otak terkutuk lagi dan aku harus segera mencari panggilan baru untuknya.

Ia berdeham. Menyadarkanku. Tawa itu memudar. Tapi masih ada segaris senyum terbalut di wajahnya. Suasana menjadi kikuk seketika. Aku cepat-cepat tersenyum dan mengangguk kepadanya. Setelah ia membalas senyumku untuk pertama kalinya, aku segera membalikkan tubuhku dan berjalan cepat keluar gedung. Meninggalkannya seperti saat di lift tadi. Dan aku tidak berharap kalau ia akan memanggilku lagi.

***


Aku rasa aku telah menemukan panggilan baru untuknya.

Kucing berbulu Serigala.

Hei, bukankah itu bagus?

Lagipula, aku menyukai kucing dan sepertinya ia tidak keberatan dengan sebutan itu.

***

11 things that I keep doing when I am Stressed

1. Doodling. doodling adalah suatu kegiatan dimana kita menggambar sesuatu yang abstrak. maksud dari abstrak disini adalah, kita menggambar atau membuat bentuk (benda atau tulisan) yang ada di pikiran kita. pernah menggambar atau sekedar mencorat-coret di bagian belakang buku tulis saat bosan? nah, itu bisa dinamakan doodling.

2. Writing. tulis apa saja yang melintas di pikiran kita. sekadar sebaris atau dua baris bait lagu yang kebetulan 'numpang lewat'. klimaksnya, kalau kita udah dapet 1 inspirasi, satuuu aja, dan inspirasi kita itu langsung kita tulis, wow, let's FLY!! :D

3. Take the Photos. narsis? huaaa, biarin!! lagipula narsis itu seru lho. apalagi kalau kita masang ekspresi yang nggak banget :p oh iya, coba cek lagi album-album foto lama kita. kali aja kita ngeliat temen lama kita yang cakep terus di jadiin gebetan deh ;p

5. Sleeping. wuahaha kebonya ketauan. eseses tidur itu bisa merileks-kan pikiran kita. habis bangun tidur, pikiran kita pasti jadi fresh lagi. dan siapa tau, di mimpi, kita malah ketemu prince atau princes charming. ihiiiyyy lumayan buat cuci otak.. eh?!

6. Reading. saya sih biasanya baca. baca komik atau novel di bagian yang jadi favorit saya. saya baca berulang-ulang, terbukti, saya jadi nggak begitu stres lagi ^^

7. Eating. makaaaan!!! nomnomnom ;3 atau snacking atau ngemil. kalo lagi stres, makan, abis itu langsung tidur. huaaaa sesuatu ;3 apalagi kalau makan yang manis-manis. kayak cokelat. tau kenapa cokelat bisa meredamkan stres? Because stressed spell backwards is desserts.

8. Listening to the music. denger lagu favorit kita. sekali-kali bolehlah denger lagu yang diluar genre kita ^^


9. Imagine anything. berkhayal. serius deh, ini hal yang paling paling paling mengasyikkan. kita bisa jadi apa aja di di alam khayal kita, TANPA ada yang ngelarang ini itu, tanpa ada yang ngasih harapan palsu, dan yah, sebagainya.


10. Climbed onto the roof and scream. naik ke atas atap, dan teriak. AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! percaya nggak percaya, setelah teriak, perasaan kita makin lega.


11.Pray. cara paling ampuh. berdoa sama Tuhan, minta dikasih kebahagiaan dan jalan keluar dari kesetresan ini.


Wanna try?

Maafin aja apa susahnya sih??!!!!

wohoo diliat dari judulnya aja udah nyolot ya ;;) tapi isinya nggak akan senyolot yang kalian bayangkan kok ^^

tau tragedi tabrakan di daerah halte tugu tani? itu lho yang 9 orang tewas di tempat dan 3 orang lainnya luka-luka dan untungnya masih bisa terselamatkan. tau juga kan siapa pelaku tabrakan itu? tau juga kan si pelaku dalam pengaruh apa sampe-sampe dia bisa nabrak 12 orang gitu?

awalnya saya juga kesel sama si pelaku itu. heran, bisa-bisanya dia mengemudikan mobil dibawah pengaruh obat-obatan. tapi lama kelamaan, kok saya jadi ngerasa.. gimanaaaa gitu sama si pelaku. kasihan, tapi nggak bisa dibilang kasihan karena saya juga kesel liatnya. tapi.. nggak tega aja gitu lho.

kemarin, di twitter, banyak yang mencaci-maki si pelaku. nggak punya otak lah, gapunya rasa kemanusiaan lah, ini lah, itu lah. tapi yang mencaci itu mikir nggak?

mikir gimana rasanya punya tekanan batin. setiap hari wajahnya, seluk beluk hidupnya terpampang di media. wooohhhhh nyesekkk!!! apalagi keluarga si pelaku, liat keluarganya, liaat!! padahal keluarga korban aja nggak sampe segitunya, kan? tapi kenapa orang yang justru nggak ada sangkut-pautnya malah ngata-ngatain si pelaku?

sekarang, liat realitanya deh. kalau kita mencaci-maki si pelaku, apa bisa korban yang udah meninggal itu balik lagi?

maafin doang, apa susahnya siiiiihhhh??!!! oke, saya tau, saya cuma bisa ngomong doang. tanpa bisa ngerasain gimana keselnya jadi kalian atau keluarga korban. tapi, jadiin kata maaf itu sugesti dong! coba kalo kita di posisi si pelaku. gimana perasaan kita? gimanaaa?


"gue gak bakal nyetir mobil di bawah pengaruh obat-obatan."

itu yang ada di pikiran kalian untuk mengelak? HAH!! klise.

ini takdir, bro. kita mau di takdirin apa aja sama Tuhan, kita cuma bisa nerima.

kalo kita di takdirin sama Tuhan, kalo kita yang di jadiin pelaku tragedi tabrakan itu sama Tuhan, kita bisa apa?

nerima?

nerima doang gampang. yang susah itu ikhlasnya.

juga nanggung malunya.

When It Was Autumn #6

“Pagi,” dua orang gadis yang duduk di meja resepsionis itu menyapaku dengan senyum mereka yang hangat. Aku membalas senyum mereka tanpa berkata apa-apa.

Ting!

Pintu lift terbuka. Kosong. Tak ada seorangpun di dalamnya. Aku masuk ke dalam kapsul besi itu dengan mengapit berkas-berkas terkutuk yang harus aku serahkan ke atasanku. Si zombie pemakan otak. Pukul 07:45. Masih ada 15 menit lagi sebelum tenggat waktu yang di berikan olehnya berakhir.

Ting!

Pintu lift terbuka lagi.

Aku melongo menatap orang yang berada di hadapanku. “Pagi,” aku menampilkan senyum teramahku. Ia menatapku dingin dan mengangguk kecil. “Berkas-berkas ini…” belum sempat aku melanjutkan  kalimatku, zombie yang berada hanya beberapa senti di depanku ini malah mencuri kalimatku. Dasar lancang! Aku belum selesai bicara. Kalau kau bukan atasanku, kau pasti akan ku… argh!

“Antar ke ruangan saya.”

What?! Heh, zombie sialan, masih ada deadline yang harus kuselesaikan. Seenaknya saja kau menyuruhku mengantar berkas terkutuk ini ke ruanganmu. Kau ada disini, di depanku. Mengapa tidak kau bawa saja berkas terkutuk ini sendiri, hah?

“Taruh yang rapih. Jangan sampai membuat meja kerja saya berantakan.” Aku mendengus pelan. Apa lagi yang bisa aku lakukan selain tersenyum dan berkata “Iya”?


***


“Mungkin dia menyukaimu.” Aku nyaris memuntahkan potongan pai apel yang sedang kumakan. “Kau tahu, sifatnya.” Ada apa dengan sifatnya? Diktaktor? Bukankah semua bos muda begitu? “Kau sadar nggak, sih?” sadar apa? Sadar kalau aku hanya menjadi budaknya? Iya, aku sadar. “Dia selalu memberikanmu pekerjaan yang bahkan—yang bahkan pekerjaan itu bukan tugasmu.” Eh? “Berhentilah berpura-pura bodoh. Orang yang kau sebut zombie itu sebetulnya menyukaimu.”

Apa?! Zombie itu? Menyukaiku?

Huaa!! It’s a real nightmare.


***

When It Was Autumn #5

“Bintang itu sahabat baiknya langit. Tau alasan kenapa hujan yang turun di malam hari itu nggak menampakkan bintang? Itu karena langit bersedih. Mengetahui bahwa bintang, sahabatnya, nggak bisa menemani langit di malam yang sepi itu. Makanya langit menurunkan hujan. Ia menangis. Sama seperti kita yang nggak--mungkin sulit untuk melepaskan seseorang yang sudah ditakdirkan untuk pergi dari kehidupan kita.”


***


3 buah bintang yang berderet di atas langit malam ini terlihat sangat berkilau. Berlomba-lomba memamerkan cahayanya yang terang benderang.


Kalau dibandingkan dengan cahaya lampu kamarku yang remang, sudah pasti, kalah telak.


Pukul 02:00 pagi. Dan aku belum mengantuk sama sekali. Dua gelas kopi berjejer di atas meja kerjaku, di samping berkas-berkas yang sudah selesai ku kerjakan berjam-jam yang lalu.


Sejak tadi--setelah berkas-berkas terkutuk itu berhasil kuselesaikan, aku memandang ke luar jendela. Memperhatikan pemandangan kota metropolitan yang tidak pernah tidur di malam hari.


Udara malam di musim gugur ini berhasil mengubah pikiranku. Tadinya, aku ingin begadang sampai pagi. Menyaksikan bagaimana suasana kota metropolitan ini saat tidur, meskipun itu tidak mungkin terjadi.


Aku membiarkan cangkir kopi dan berkas-berkas terkutuk itu tergeletak di atas meja kerja. Menutup jendela yang sedari tadi terbuka, beranjak ke tempat tidur dan mematikan lampu.


Klik!


Saatnya bermimpi.


***


07:05. Aku terbangun. Terbangun dari mimpi yang sama sekali tidak bisa dibilang mimpi indah maupun mimpi buruk.


Hari ini, tepat pukul delapan pagi, aku harus menyerahkan berkas terkutuk itu ke atasanku. Si Zombie pemakan otak.


“Huaa, dingin!” aku segera mengeringkan wajahku dengan handuk. Meringis kedinginan. Zombie sialan! Aku memang suka musim gugur, tapi aku tidak suka kalau aku harus bekerja di musim gugur.


“Baiklah.” aku mendesah. “Cepat habiskan sarapanmu dan serahkan berkas terkutuk itu. Juga..berhentilah mengeluh!”


Aku menepuk pipiku dan tertawa kecil.


Inilah pagi di musim gugur yang selalu aku rindukan.


***

Wednesday 25 January 2012

Judge things just by the way their look? So what? Are those problem with ya?

It's fuck when someone judge us just by the way we look, not we do. but sometimes, they fucking right.

Setuju?

Saya sih setuju-setuju aja. oke, kita punya pilihan dan presepsi yang beda-beda.

Dislike this post? wanna take your ass gone from here?

Hold on. read it until the end.

Is it hard?

You just need start to staring at your monitor. read it slowly, or fast, it's up to you .

Importantly, read it.


Kenapa saya setuju?


Karena saya nggak bisa mangkir dari kenyataan.


Hah?! Maksudnya?


Balik ke diri kita masing-masing. Dan saya balik ke diri saya. Dan jujur--saya nggak 'tertarik' sama sesuatu yang tampilannya kurang sreg. Maksudnya, kalau beli barang, saya--saya lho, ya. Nggak tahu deh sama yang lain. Saya selalu milih-milih. Itu salah satu sifat saya yang nggak--mungkin belum bisa saya ubah sampe sekarang.


Contohnya, nggak usah jauh-jauh. Uang. Kadang, nggak semua orang lho, kalau dikasih uang kertas yang bentuknya kurang rapih, kadang kita suka ngedumel terus. Saya biasanya kayak gitu ;p


Jadi kita tuh dituntut sama diri kita sendiri untuk  melihat suatu benda, melirik, mengambil, memiliki dan sebagainya dalam bentuk yang sesempurna-purnanya. 

Dan kita-kita kebanyakan berpikiran seperti, "Dari luar aja udah gitu, apalagi dalemnya?"


Intinya, apa menilai sesuatu hanya dari tampilannya itu salah?


Enggak. Itu wajar. Kenapa? Jawabannya ada di diri kita masing-masing. Hanya kita yang tahu.


Tapi serius deh, menilai sesuatu dari tampilannya itu sama sekali nggak salah.


Tapiiiiii, lebih baik lagi kalau KITA, make-over diri kita habis-habisan luar dalam.

Kalau udah kayak gitu, mana ada yang mau nolak barang yang bersih luar-dalam? ;)

Arthur


 

2 hari yang lalu, saya ngobrak-ngabrik isi file di komputer dan ketemulah satu folder yang isinya film. dan saya pun menonton salah satu film yang ada di folder itu. judulnya Arthur.

Film ini menceritakan tentang seorang pemuda kaya yang bernama Arthur Bach. dia selalu bisa mengandalkan uang untuk melakukan apapun. salah satunya dengan membeli sebuah tempat tidur magnetik dan batmobile. Arthur juga seorang pecandu alkohol berat.

Ayah Arthur meninggal saat Arthur berumur 3 tahun. dan ibunya, terlalu cuek terhadap Arthur. jadi, ia diasuh oleh seorang nanny yang bernama Hobson.

Demi menjaga nama baik perusahaan ibunya dan hubungan bisnis, Athur dijodohkan dengan Susan. (saya nggak tau persis Susan itu siapa, yang jelas, Susan bekerja di perusahaan ibunya Arthur). setelah beberapa hari bertunangan dengan Susan, Arthur pun bertemu dengan seorang gadis bernama Naomi Quinn. seorang pemandu wisata legal dan juga seorang pengarang cerita anak-anak.

Arthur pun jatuh cinta pada Naomi. dan mereka mulai berhubungan yang lebih dari hubungan pertemanan (mereka saling suka). tak lama, Naomi mengetahui pertunangan Arthur dengan Susan. dan Naomi makin kecewa karena mengetahui bahwa perusahaan penerbit buku cerita untuk anak-anak yang telah ia buat, sengaja dibeli oleh Arthur untuk menyenangkan Naomi.

Hari pernikahan Arthur dengan Susan sudah tiba. begitu pula dengan kematian Hobson. saat hari pernikahannya, Hobson meninggal.

Arthur membatalkan acara pernikahannya dengan Susan dan berlari dari gereja menuju rumah Naomi tanpa pakaian, ( He still used his underware). Dan saat tiba di rumah Naomi, Arthur pun meminta maaf pada Naomi tetapi Naomi mengabaikannya. dan saya agak bingung saat Arthur berkata pada Naomi, "My Mom is dead." padahal jelas-jelas yang meninggal itu Hobson. dan waktu di adegan ini, serius, lagu yang diputar itu sedih banget. apalagi kalau liat lirik lagunya. bisa di download  disini, di youtube nggak tersedia ;(.
6 bulan kemudian, Arthur mulai menghentikan kebiasaan mngkonsumsi alkohol dan ia pun 6 bulan 'bersih' dari alkohol.

Saat berjalan melewati toko buku, Arthur melihat deretan buku karya Naomi dan ia pun membelinya. Saat ia membuka halaman terakhir, terdapat tulisan Naomi tentang Arthur,

To Arthur,

For making me beleive in make- beleive again.

Endingnya, Arthur kembali bertemu dengan Naomi di New York Public Library.

Film yang wajib di tonton, karena mengajarkan tentang betapa dibutuhkannya cinta, kasih sayang dan kejujuran antar manusia.