Friday 31 August 2012

Kamu

4 huruf. 2 suku kata. 1 kata.
Tetapi memiliki daya magis yang luar biasa.
Sebuah kata yang entah bagaimana bisa membuat dunia khayal runtuh seketika,
lalu kembali kokoh saat membayangkan senyum yang biasa saja,
tetapi mampu membuat dunia khayal menjadi utuh seperti sedia kala.
Sebuah kata yang selalu digumamkan tanpa sadar dan mampu menimbulkan kepingan-kepingan memori di dalam kepala.
Sebuah kata yang yang mampu mencairkan suasana,
laksana mentari yang selalu menyinari dunia.
Dan kata itu kembali aku gumamkan tanpa jeda.
Kamu.
Itulah kata magisnya.

Wednesday 29 August 2012

Reborn. From zero to one, two and three.

Hai! Udah lama nggak nulis postingan yang random. Terakhir cuma mosting cerita bersambung yang entah akan bertepi kemana. Sama nih kayak perasaan saya yang entah akan menepi dimana *eh dan udah banyak banget sarang laba-laba di blog ini. *dibersihin satu-satu*

Jadi, saya mau nulis beberapa hal random yang (sudah) biasa saya lakukan.

Yang pertama.

Jadi anak SMA itu nggak seenak yang saya fikir. NAHLO, ada apa gerangan? Nggak tau! Saya juga bingung. Mungkin karena baru beberapa minggu di sekolah yang baru ini, dan saya juga harus beradaptasi sama teman, sama guru dan sama pelajarannya juga. Sebenernya sih pelajaran SMA itu nggak jauh beda sama SMP. Sama malah. I mean, generally. Fisika misalnya. Sekarang, saya masih belajar tentang besaran dan satuan, alat optik, listrik statis dan dinamis, dan juga bab-bab lain yang dasarnya udah saya pelajarin di SMP.

Tapi yang di SMA tambah ribet. Karena mereka udah main secara spesifik. Bukan general lagi. Dan jadilah hitungan variabel-variabel sederhana itu merembet menjadi angka yang ngejelimet dan rumus-rumus segambreng yang variablenya belum tentu saya pahami.

Dan sebenernya mencoba sesuatu yang baru itu menyenangkan. It's all about fun. Tapi saya paling males kalo udah dapet konsekuensi yang....... bikin patah hati </3 eh, salah. Bikin patah semangat maksudnya.

Dan di kehidupan sebagai anak SMA ini saya ngerasa kalo saya itu terlahir kembali. Reborn. *tiba-tiba inget film Johnny English Reborn* karena segalanya baru. Guru baru, teman baru, pelajaran baru, sekolah baru, pengalaman baru, seragam baru, buku pelajaran baru, alat tulis baru *ini gara-gara pulpen saya ilang mulu*, tempat duduk baru, kelas baru, dan hidup saya yang baru.

Saya udah SMA sekarang. Udah 15 tahun, sebentar lagi 17 tahun dan sudah 'dihitung' sebagai orang dewasa. Bukan remaja labil yang ingusan.

Jadi, saya akan terlahir kembali. Dari 0, menjadi 1, 2 dan 3. Semangat ya buat semuanya yang punya 'kehidupan' baru yang harus dijalani! ;;)

Thursday 23 August 2012

Ditengah Atmosfir Australia #3

Setelah puas memandang kota Melbourne dari dalam Eureka Tower, Jonathan dan Claudie memutuskan untuk berjalan-jalan di luar Eureka Tower. Di bawah naungan sinar matahari yang cukup terik di awal musim dingin ini.

"Sudah berapa kali kau ke Melbourne? Sepertinya kau mengenal kota ini dengan baik." tanya Claudie.

"Ini yang kali kedua." ujar Jonathan.

"Oh ya?" tanya Claudie. "Selain denganku, kau pergi ke Melbourne dengan siapa? Keluargamu?"

"Bukan." Ujar Jonathan singkat. Claudie berharap lebih dari jawaban yang Jonathan lontarkan tadi. "Dengan Cassandra."

Cassandra. Cassandra Yuan tepatnya. Ia teman kuliah Jonathan. Claudie pernah berkenalan dengannya sekali. Cassandra itu keturunan Cina. Bisa dilihat dari nama belakangnya--Yuan. Dulu Jonathan dan Cassandra pernah dekat. Dulu.

"O-oh." hanya itu yang bisa diucapkan Claudie. Konyol memang. Tapi Claudie tidak tahu harus merespon apa.

"Tidak hanya berdua, Die." ujar Jonathan. "Aku pergi ke Melbourne dengan teman-teman kuliah yang lain. James, Anthony--Paman Tacos dan Lily. Kami kesini untuk menonton F1 waktu itu."

"O-oh," ujar Claudie singkat. "Bagaimana kabar Cassandra?"

Jonathan menghela nafas panjang. "Entahlah. Ia jarang menghubungiku. Aku memang masih sering melihatnya di sekitar kampus. Tapi bukankah itu bagus?" tanya Jonathan sambil tertawa kecil.

"Bagus?" mata Claudie melebar. "Bagus apanya?"

"Sekarang sudah tidak ada yang meneleponku lagi--maksudku Cassandra. Asal kau, tahu, Die. Dia terlalu protektif padaku."

"Begitukah? Jadi kau senang karena tidak ada yang memperhatikanmu lagi?" tanya Claudie heran. Jonathan hanya tertawa tanpa menjawab pertanyaan konyol Claudie tadi. Mereka terdiam beberapa saat. Sampai Claudie memekik girang.

"Oh astaga, Joe. Pemandangan disini indah sekali. Aku akan mengambil beberapa foto." Claudie mengeluarkan pocket camera dari tas kecil yang dikalungkan di lehernya. Lalu Jonathan merebut kamera itu dari tangan Claudie dan menyalakannya.

"Sana. Berdiri disitu. Aku akan memotretmu." ujar Jonathan tegas. Kening Claudie berkerut menatap Jonathan. "Apa?" tanya Jonathan begitu ditatap seperti itu oleh Claudie.

"Apa-apaan?" ujar Claudie.

"Apanya yang apa?" Jonathan balik bertanya.

"Aku ingin berfoto bersamamu, you fool!" ujar Claudie.

"Bodoh. Bagaimana bisa? Sudah, aku saja yang memotretmu." ujar Jonathan. Claudie merampas kameranya dari tangan Jonathan dengan muka berang. Claudie melihat keadaan sekeliling. Lalu ia menghampiri seorang wanita berusia pertengahan tiga puluhan yang sedang duduk di bangku taman.

"Excuse me, Ma'am" ujar Claudie kepada wanita itu. "Bisakah anda memotret kami berdua? Maksudku aku dan temanku yang sedang berdiri disana. Bisa?"

Wanita itu tersenyum dan mengambil kamera yang disodorkan Claudie. "Tentu saja. Ayo kalian berdua berpose disana." Claudie berlari kecil menghampiri Jonathan.

"Joe, ayo cepat." ujar Claudie. Jonathan mendengus. Wanita itu sudah bersiap-siap untuk menekan tombol shutter dan mereka berdua--Jonathan tepatnya hanya berpose sederhana.

Klik.

Pemotretan foto selesai.

Claudie berlari kecil menuju wanita itu dan melihat hasil foto yang baru saja di shoot. Jonathan menghampiri dan mencuri-curi pandang untuk melihat foto itu.

"Wah, bagus sekali. Joe, kenapa kau hanya tersenyum tipis? Tidak bisakah kau tersenyum lebar?" Jonathan mendengus ditodong pertanyaan seperti itu. "Tapi ini hasil yang bagus. Terimakasih, Ma'am." Claudie tersenyum pada wanita itu dan wanita itu membalas senyumnya.

"Sama-sama. Oh, ngomong-ngomong pria ini, dia... pacarmu..?"Claudie tersentak. Menoleh ke arah Jonathan yang tampaknya kaget tapi berusaha untuk menyembunyikan kekagetan di raut wajahnya.

"Dia? Pacarku? Haha.. bukan," Claudie tertawa kaku. Jonathan berdeham--kekagetan di raut wajahnya masih tetap terlihat. Tidak ingin menambah suasana makin canggung, wanita itu berkata kepada Claudie dan Jonathan.

"O-oh, baiklah. Berposelah sekali lagi disana. Aku akan memotretmu." Claudie memberikan kameranya kepada wanita itu dan ia berbisik pelan pada Jonathan. Tak lama, Jonathan dan Claudie sudah berdiri bersampingan dan siap untuk di potret. "Sebentar," ujar wanita itu lagi. "Young lady, masukkan lenganmu diantara lengan pria itu." Claudie menganga. Kening Jonathan berkerut. Tapi Claudie menurut saja. Ia memasukkan salah satu lengannya di antara lengan Jonathan. "Kau, pria muda. Tersenyumlah sedikit. Nah, ya, seperti itu." Jonathan tidak tahu kalau jantung Claudie berdetak tiga kali lebih cepat dari biasanya. Dinginnya udara di kota Melbourne sama sekali tidak dirasakannya sekarang karena dengan gerakan pelan, Jonathan memasukkan lengan Claudie yang berada di antara lengannya kedalam saku mantel milik Jonathan yang hangat.

"Wow, what a photo! Foto yang ini bagus sekali. Kalian tampak serasi. Coba lihat," Claudie menghampri wanita itu--masih dengan salah satu lengannya yang berada di dalam saku mantel Jonathan. Ia melihat foto itu dan tersenyum lebar. Jonathan tersenyum di dalam foto itu. Dan ya, foto itu memang bagus. "Kalian tahu? Aku rasa kalian sangat serasi untuk menjadi sepasang kekasih. Kenapa kalian tidak menjalin hubungan yang lebih serius saja?"

***

"Apa kata wanita itu tadi? Kita? Sepasang kekasih? Haha yang benar saja.." ujar Claudie dan tertawa canggung. Ia melirik Jonathan disampingnya. Tak ada reaksi.

"Kita hanya bersahabat kan, Joe? Tidak lebih?" tanya Claudie. Kali ini Jonathan berhenti melangkah dan menatap Claudie.

"Menurut pengakuan orang-orang yang aku kenal, persahabatan antara seorang pria dan wanita itu akan menjadi cinta pada akhirnya." Claudie tersentak. Ia menunduk. "Memang, persahabatan itu tidak menuntut apa-apa. Tapi bagaimanapun," Jonathan menelan ludah dengan susah payah. "Bagaimanapun, asal kau tahu, perasaan cinta itu mengalir dari tempat yang rendah ke tempat yang tinggi. Dimulai dari pertemanan, persahabatan, dan berakhir dengan cinta yang bahagia."

Mereka terdiam selama lima detik. Lalu Jonathan berjalan melewati Claudie yang masih terdiam di tempatnya dan mendongakkan kepalanya perlahan dan menatap punggung Jonathan. Tiga langkah dari tempat ia berdiri, Jonathan berbalik menatap Claudie dan menggedikan kedua bahunya. "Just saying. Tidak ada yang benar-benar tahu bagaimana akhir cerita ini,  kan?"

***

Saturday 18 August 2012

Ditengah Atmosfir Australia #2

"I just can't believe it! We're going to Melbourne. Ya, Tuhan.." ujar Claudie bersemangat. Lebih dari bersemangat malah. Jonathan hanya tertawa kecil disamping gadis mungil itu. "Untung aku tidak ada mata kuliah hari ini. Kau juga kan, Joe?"

Jonathan memandang Claudie dan terdiam. "Tentu saja. Kau ini bodoh atau bagaimana?" Claudie sudah akan membuka mulut tetapi tertahan oleh perkataan Jonathan berikutnya. "Jangan membantah. Aku bicara dulu sebentar. Sampai dimana kita tadi? Oh, ya. Kau bertanya apa aku ada mata kuliah hari ini. A-pa  a-ku  a-da  ma-ta ku-li-ah  ha-ri  i-ni." Claudie mendengus. Bodoh? Apa katanya? Dia bahkan tak jauh bodoh dariku. Gumam Claudie dalam hati. "Kalau aku ada mata kuliah hari ini, aku tidak akan bisa menemanimu pergi ke Melbourne, bodoh." Claudie merengut sepanjang perjalanan ke Qantas Club.

***

"Duduk dulu disana sebentar." Jonathan menunjuk deretan kursi bandara setibanya di Qantas Club dengan dagunya. Claudie mengangguk dan menurut saja. "Ada beberapa hal yang harus aku urus. Tunggu sebentar, ya? Jangan pergi kemana-mana. Kalau kau haus, ada sebotol air mineral di dalam ranselku." Ujar Jonathan dan itu terdengar protektif.

"Demi Tuhan. Aku bukan anak kecil lagi, Joe.." Claudie merengut. Dan Jonathan tersenyum samar.

"Baiklah. Tunggu disini sebentar. Dan dalam sekejap kita akan tiba di Melbourne."

***

"Melbourne! Ya Tuhan, Melbourne, Joe, Melbourne!" pekik Claudie kelewat girang setelah satu setengah jam perjalanan untuk tiba di Melbourne. Jonathan hanya menggeleng setibanya mereka di bandara bagian domestic arrival.

"Yeah. We're in Melbourne now. One of  The World's Most Liveable Cities." ujar Jonathan.

"Here we are," seru Claudie menahan nafas. "Let our adventures begin." Claudie melirik kearah Jonathan dan ia tersenyum mantap sambil mengangguk. Petualangan mereka berdua baru saja dimulai.

"Joe. Kita harus mencari tempat penginapan. Tapi dimana? Yang lokasinya strategis, dan pemandangan yang memukau tentu saja." ujar Claudie.

"Bagaimana kalau di Milano?" tanya Jonathan.

"Terserah.. Aku belum pernah ke Melbourne sebelumnya, jadi aku tidak tahu apa-apa tentang Melbourne." Jonathan terdiam sejenak. Sibuk memandangi pemandangan di kota Melbourne ini.

"Bagaimana kalau kita jalan-jalan dulu? Untuk tempat menginap, kita bisa mencarinya nanti. Bukankah kita disini untuk bersenang-senang? Bukan untuk mencari tempat penginapan, kan? Sudahlah. Ayo ikut aku. Aku tahu tempat yang bisa membuatmu terpukau." Ujar Jonathan sambil mencengkram lengan Claudie kuat. Kuat dan membuat Claudie merasa terlindungi luar dalam.

***

"Apa kau takut ketinggian?" tanya Jonathan pada Claudie. Tangannya masih mencengkram lengan Claudie kuat. Takut Claudie hilang ditengah-tengah kota Melbourne yang cukup padat akan lautan manusia.

"T-Tidak. Memangnya kenapa? Apa tempat yang akan kita kunjungi berada di ketinggian?" tanya Claudie polos.

"Ya. Dan lihat saja nanti. Kalau nanti kau tidak terpukau melihat tempat itu, setidaknya kau akan terpukau karena melihatku." Claudie mendengus. "Hei, asal kau tahu. Jonathan Byer ini memiliki pesona yang, ugh, luar biasa." ia tertawa. Claudie mendengus lagi dan tidak menanggapi perkataan Jonathan tadi.

***

"Eureka Tower? Kau membawaku kemari untuk apa?" Claudie mendongak kearah Eureka Tower yang sangat tinggi menjulang. Dan Ia harus menghalau sinar matahari dengan sebelah tangan untuk bisa melihat Eureka Tower lebih jelas lagi.

"Ya. Seperti yang kaulihat. Sudah puas memandanginya dari luar? Kalau sudah, ayo kita masuk kedalam. Pemandangannya tidak kalah menakjubkan dari dalam." Claudie mengangguk. Jonathan menarik tangannya dan menggenggamnya. Memang tidak seerat genggamannya tadi saat mereka berdua melangkah keluar dari bandara.

"Joe," ujar Caludie polos.  Jonathan hanya menanggapinya dengan gumaman "Hmm". "Gedung ini terdiri dari berapa lantai?"

"Totalnya 92." Claudie menggumam pelan tanda mengerti.

Saat keluar dari lift, Claudie terkejut karena lantainya bening transparan dan Ia bisa melihat kota Melbourme dari bawah. Rasanya takjub, juga takut. Ia berjalan cepat menuju salah satu jendela besar di sudut gedung itu. Dan ia merasa dadanya sesak. Sesak karena senang. Dari jendela itu, kota Melbourne terlihat sangat indah.

"Sebenarnya tempat ini jauh terlihat sangat menakjubkan saat malam hari." ujar Jonathan yang sekarang berdiri tepat disamping Claudie. Memandang kearah yang sama. Kearah kota Melbourne di bawah sana.

Claudie menoleh kearahnya dan tersenyum lebar. "Saat ini juga pemandangannya indah. Aku suka."

Jonathan berdeham. "Baguslah kalau kau suka. Aku sudah bilang padamu tadi kalau tempat ini akan membuatmu terpukau."

"Ya," Claudie memandang lurus kedepan--kearah luar jendela besar itu. "Kau benar. Aku sangat terpukau. Terima kasih, Joe."

"Ya, ya, baiklah. Kau bilang tempat ini sukses membuatmu terpukau. Lalu, bagaimana denganku? Apa aku membuatmu terpukau juga?"

Claudie mendesah. "Oh, astaga. Bagaimana, ya?" ujarnya jenaka. Jonathan menunggu sambil mengangkat kedua alisnya. "Baiklah. Kau juga memu..."

"Yeay! Ternyata benar. Dengan membawamu ketempat seperti ini saja aku berhasil membuatmu terpukau. Bagaimana kalau aku mengajakmu ke... Pegunungan Alpen misalnya? Hahahaha." Jonathan tertawa. Dan itu membuat Claudie terpancing juga untuk ikut tertawa bersamanya. Hari pertama di Melbourne sungguh membuat hati Claudie berdebar-debar dan ia tidak sabar, kejutan apa lagi yang akan diberikan oleh Jonathan Byer untuknya.

***

Thursday 16 August 2012

Ditengah Atmosfir Australia

Jonathan. Entah, bibir Claudie terasa aneh saat menggumamkan nama itu. Jonathan. Ia lebih sering memanggilnya Joe. Dan Jonathan memanggilnya Die. Kependekan dari Claudie. Itu nama akrab mereka.. Joe dan Die.

"Joe, kamu ada acara besok?" tanya Claudie saat mereka berdua berjalan menyusuri Milsons Point. Jonathan menggeleng samar. "Temani aku ya?"

"Kemana?" Jonathan menjawab dengan suaranya yang berat. Claudie menyukai suara itu. Sangat suka.

"Jalan-jalan. Aku bosan dirumah. Kita bisa pergi menonton film di Westpoint, atau jalan-jalan ke Luna Park, atau ke Melbourne? Hahaha aku selalu ingin bisa pergi ke Melbourne."

"Boleh. Kau mau pergi ke Melbourne? Kalau kau mau, kita harus beli tiket pesawatnya sekarang." Ujar Jonathan serius. Claudie tidak melihat ada unsur canda dari kalimatnya. Ia merengut.

"Joe! Aku kan hanya bercanda. Apa kau benar-benar berfikir kalau aku ingin pergi ke Melbourne? Aku tidak--maksudku aku memang ingin pergi ke Melbourne tapi tidak sekarang!" Claudie melepas gandengan tangannya. Mereka berhenti melangkah dan Jonathan tertawa.

"Die, please. Are you having period? You look so angry today." Jonathan menatap Claudie jenaka. Claudie menjadi senewen setelah ditatap seperti itu.  "I was kidding. Apa kau kedinginan? Mukamu pucat." Ia memiringkan kepalanya. Claudie mendongak.

"Yeah. It's getting cold here. Pulang, yuk." Claudie berjalan melewati Jonathan dan ia segera menyusul Claudie.

"Wait!" Jonathan menggengam tangan Claudie erat. Bisa ia rasakan tangan Jonathan yang dingin dan kuat. "I'm having dinner. If you'd care to join me." Claudie tertegun. Menoleh kearahnya dan tersenyum lemah. "Pakai ini dulu," Jonathan melepas scarfnya dan melilitkan itu di leher Claudie. Hangat. "Nah, that's better. Yuk. Nanti kita nggak jadi makan. Mau makan dimana?"

Claudie berfikir sejenak. Begitu banyak restoran dan cafe-cafe yang enak di sepanjang Blacktown. "Bagaimana kalau di Wagaya? Sepertinya minum secangkir ocha tengah atmosfir Blacktown yang semakin menusuk menyenangkan." Jonathan terlihat berfikir dan akhirnya ia mengangguk setuju.

***

"Sudah. Masuk sana. Udaranya semakin dingin. Aku pulang dulu, ya." Jonathan mengantar Claudie pulang. Kini mereka berdua sudah berdiri di depan pintu rumah Claudie.

"Mau masuk dulu?" tawar Claudie. Jonathan menggeleng.

"Sibuk." ia tertawa kecil. Claudie mendengus. "Pura-pura sibuk." Ia tertawa lagi.

"Masuk dulu Joe. Diluar itu dingin. Aku tidak mau kau sakit. Ingat saat kau demam 2 minggu lalu? Aku kewalahan mengurusimu." Claudie meringis.

"Memangnya aku minta bantuanmu? Tidak, kan? Kau saja yang terlalu berlebihan.."

"Aku ini sahabatmu, Joe. Apakah aku tega membiarkan sahabatku sendiri terkapar lemah di kamar tidur sementara aku bersenang-senang? Astaga."

"Haha. Jangan khawatirkan aku, Die," Jonathan merapatkan mantelnya. "Aku pulang dulu, ya. Oh! Bagaimana besok? Apa kita jadi jalan-jalan? Just send me texts or emails, okay? Aku pulang dulu, ya." Ia berbalik. Memunggungi Claudie dan dalam beberapa langkah lagi siluetnya akan segera menghilang.

Dan Claudie tidak bisa diam berdiri mematung disini.

"Tunggu!" ujar Claudie setengah berteriak. Sebelum Jonathan sempat berbalik, Claudie sudah memeluknya erat dari belakang.

"Hei," ujar Jonathan pelan. "Ada apa?"

"Don't move, please." suara Claudie terdengar serak. Asap putih keluar dari hidung mereka berdua. Claudie memeluk pinggang Jonathan, dan Jonathan menggenggam kedua tangan Claudie erat. Ada sesuatu yang tak bisa dijelaskan dari genggaman itu. "Biar begini saja. Lama pun tak apa. Dan jika kita sakit, kita akan sakit berdua. Dengan begini, tidak akan ada pihak yang di rugikan, kan?" Claudie tetap memeluknya. Dan Jonathan masih menggenggam tangan Claudie erat.

"Die, please. I don't want you to feel bad so, I bet you'd better go home. Masuk, ya?" Jonathan menyuruh Claudie untuk masuk ke dalam rumah. Duduk di depan perapian dan meminum segelas cokelat panas atau Earl grey tea. Tapi Ia tetap tidak mau. Sebentar lagi, Joe. Izinkan aku merasakan dinginnya atmosfir yang kau rasakan dalam perjalanan pulangmu ke rumah.

"Sebentar lagi, Joe. Aku masih mau begini.."

"Aku.. Aku juga sebenarnya masih mau, Die. Tapi aku rasa tidak ada hal yang lebih memalukan daripada ini. Maksudku, coba lihat. Beberapa pasang mata melihat kearah kita.. Die, ayolah.."

"Mereka hanya iri, Joe. Mereka iri karena mereka tidak bisa berbuat seperti ini dengan orang-orang yang mereka sayangi." Claudie mulai melonggarkan pelukannya dan Jonathan tertawa kecil.

"Begitu?" Jonathan membelai rambut Claudie yang basah terkena embun di akhir musim gugur yang dingin ini. "Sekarang, masuklah kedalam. Kita akan bertemu lagi besok. Sampai nanti." Ia melambaikan tangannya dan pergi. Claudie tidak menahannya. Membiarkan Jonathan pergi dan menghilang seperti kristal es yang melebur menjadi air saat mengenai tanah. Wow, musim dingin sudah datang.

***

"Did you receive my messages last night?" tanya Claudie saat Jonathan duduk di sofa ruang tengah rumah Claudie sambil memainkan iPadnya.

"Apa? Oh, ya. Aku menerimanya. Dan membacanya. Memangnya kenapa?"

"You didn't reply my messages. I thought you went out to somewhere with someone else, so yeah.."

Jonathan berhenti memainkan iPadnya dan tertawa. "Jealous, yet? Hahaha. Tidak, Die, I wasn't going anywhere. Aku tertidur. Aku baru membaca SMSmu saat aku bangun tidur." jawabnya. Aku mengangguk samar tanda mengerti. "Omong-omong, kita mau pergi kemana hari ini?"

Claudie menggedikan bahu dan berjalan menghampiri Jonathan lalu duduk disebelahnya. "Tidak tahu. Menurutmu kemana?"

"Luna Park?"

"Bosan."

"Westpoint?"

"Aku sedang tidak ingin menonton film.." Mereka berdua terdiam cukup lama. Tak lama kemudian, Claudie berseru, "Aku tahu!!" ujarnya antusias.

"Melbourne!" ujar mereka berdua bersamaan.

***

Tuesday 14 August 2012

My Awesome Night, Ever!!!!

Pagi..... Saya baru bangun dooong. Bangun kesiangan gara-gara efek semalam yang ughhhhhhh bikin seneng banget <3. Jadi ceritanya kemarin itu saya buka puasa bareng sama Deffrin, Gugum, Alya, Tika, Kartika dan Okta. Awalnya, semua berjalan lancar. Tapi kesana-sananya........... saya ditepungin! Pake kopi pula. Fuh. Alesan mereka sih, itu hadiah untuk hari ulang tahun saya. Ulang tahun? YaAllah, ulang tahunnya aja udah lewat. Anak-anak ini memang aneh..

Banyak foto-foto yang di capture oleh tangan-tangan manusia diatas. Fotonya bikin saya senyum-senyum sendiri!! Tadi malem saya liat-liat foto itu lagi dan.... saya mau balik ke malam itu juga :''))

wahai doraemon, keluarkanlah mesin waktumu!

 

Tepung..

 
My Freak. Uuuu love them so muchhh!<3 Left to Right: Gugum, Me, Kartika, Alya, Okta, Tika, Deffrin.

I love this photo so much. I don't know why. But um, yeah.. Left to Right: Deffrin, Me, Gugum.

 

Thanks for last night. It was such a best night I've ever felt in my life. I never forget this moment until the rest of my life and I hope, we are still be friends--no matter what. Much Love!! ♥