Tuesday 24 November 2015

Aku adalah Jarak Antar Aksara

Aku adalah jarak antar aksara
Terpisah, atau mungkin sengaja dipisahkan dari aksara untuk sekadar memenuhi nilai estetika

Aku adalah jarak antar aksara
Barisan rindu yang tak sempat terucap kembali mengalir sendu
lewat celahku yang tak seberapa lebar

Aku adalah jarak antar aksara
Yang menjaga kalian, para aksara, dari segala benturan dan tidak keteraturan

Aku adalah jarak antar aksara
Yang mengantar para aksara menuju pelabuhan terakhir mereka

Aku adalah jarak antar aksara
Yang tidak bisa memilih harus berada di antara aksara yang mana dan yang apa

Aku adalah jarak antar aksara
Yang sesekali ingin berubah menjadi aksara
Agar bisa diperhatikan--disentuh--dirasakan--

                             "... dan agar bisa membentuk suatu kumpulan aksara penuh makna bersamamu."

Aku adalah jarak antar aksara
Yang sudah lelah memisahkan aksara-aksara,

"... padahal aku ingin sekali bersatu dengan aksara; denganmu."

Aku adalah jarak antar aksara
Yang sudah lelah dan
Yang selalu merasa bersalah
Karena selalu memisahkan dan tidak pernah mempersatukan

Aku adalah jarak antar aksara
Yang selalu diam dalam suatu interval

Aku adalah jarak antar aksara
Yang ingin kalian, para aksara, bersatu
Walau aku, jarak, harus rela tergerus
Oleh karet penghapus
Dan akhirnya
Pupus

Ah, tapi siapalah aku;
Hanya jarak antar aksara
Yang hanya bisa mengucap rindu dalam diam dan interval
Yang sesekali ingin menjelma menjadi aksara agar dapat bersanding denganmu;
Aksara yang paling aksara

Lalu aku sadar,

"Tetapi, hidup selalu punya tetapi."*

---


*Kutipan Aan Mansyur dalam novelnya, Lelaki Terakhir yang Menangis di Bumi