Thursday 16 August 2012

Ditengah Atmosfir Australia

Jonathan. Entah, bibir Claudie terasa aneh saat menggumamkan nama itu. Jonathan. Ia lebih sering memanggilnya Joe. Dan Jonathan memanggilnya Die. Kependekan dari Claudie. Itu nama akrab mereka.. Joe dan Die.

"Joe, kamu ada acara besok?" tanya Claudie saat mereka berdua berjalan menyusuri Milsons Point. Jonathan menggeleng samar. "Temani aku ya?"

"Kemana?" Jonathan menjawab dengan suaranya yang berat. Claudie menyukai suara itu. Sangat suka.

"Jalan-jalan. Aku bosan dirumah. Kita bisa pergi menonton film di Westpoint, atau jalan-jalan ke Luna Park, atau ke Melbourne? Hahaha aku selalu ingin bisa pergi ke Melbourne."

"Boleh. Kau mau pergi ke Melbourne? Kalau kau mau, kita harus beli tiket pesawatnya sekarang." Ujar Jonathan serius. Claudie tidak melihat ada unsur canda dari kalimatnya. Ia merengut.

"Joe! Aku kan hanya bercanda. Apa kau benar-benar berfikir kalau aku ingin pergi ke Melbourne? Aku tidak--maksudku aku memang ingin pergi ke Melbourne tapi tidak sekarang!" Claudie melepas gandengan tangannya. Mereka berhenti melangkah dan Jonathan tertawa.

"Die, please. Are you having period? You look so angry today." Jonathan menatap Claudie jenaka. Claudie menjadi senewen setelah ditatap seperti itu.  "I was kidding. Apa kau kedinginan? Mukamu pucat." Ia memiringkan kepalanya. Claudie mendongak.

"Yeah. It's getting cold here. Pulang, yuk." Claudie berjalan melewati Jonathan dan ia segera menyusul Claudie.

"Wait!" Jonathan menggengam tangan Claudie erat. Bisa ia rasakan tangan Jonathan yang dingin dan kuat. "I'm having dinner. If you'd care to join me." Claudie tertegun. Menoleh kearahnya dan tersenyum lemah. "Pakai ini dulu," Jonathan melepas scarfnya dan melilitkan itu di leher Claudie. Hangat. "Nah, that's better. Yuk. Nanti kita nggak jadi makan. Mau makan dimana?"

Claudie berfikir sejenak. Begitu banyak restoran dan cafe-cafe yang enak di sepanjang Blacktown. "Bagaimana kalau di Wagaya? Sepertinya minum secangkir ocha tengah atmosfir Blacktown yang semakin menusuk menyenangkan." Jonathan terlihat berfikir dan akhirnya ia mengangguk setuju.

***

"Sudah. Masuk sana. Udaranya semakin dingin. Aku pulang dulu, ya." Jonathan mengantar Claudie pulang. Kini mereka berdua sudah berdiri di depan pintu rumah Claudie.

"Mau masuk dulu?" tawar Claudie. Jonathan menggeleng.

"Sibuk." ia tertawa kecil. Claudie mendengus. "Pura-pura sibuk." Ia tertawa lagi.

"Masuk dulu Joe. Diluar itu dingin. Aku tidak mau kau sakit. Ingat saat kau demam 2 minggu lalu? Aku kewalahan mengurusimu." Claudie meringis.

"Memangnya aku minta bantuanmu? Tidak, kan? Kau saja yang terlalu berlebihan.."

"Aku ini sahabatmu, Joe. Apakah aku tega membiarkan sahabatku sendiri terkapar lemah di kamar tidur sementara aku bersenang-senang? Astaga."

"Haha. Jangan khawatirkan aku, Die," Jonathan merapatkan mantelnya. "Aku pulang dulu, ya. Oh! Bagaimana besok? Apa kita jadi jalan-jalan? Just send me texts or emails, okay? Aku pulang dulu, ya." Ia berbalik. Memunggungi Claudie dan dalam beberapa langkah lagi siluetnya akan segera menghilang.

Dan Claudie tidak bisa diam berdiri mematung disini.

"Tunggu!" ujar Claudie setengah berteriak. Sebelum Jonathan sempat berbalik, Claudie sudah memeluknya erat dari belakang.

"Hei," ujar Jonathan pelan. "Ada apa?"

"Don't move, please." suara Claudie terdengar serak. Asap putih keluar dari hidung mereka berdua. Claudie memeluk pinggang Jonathan, dan Jonathan menggenggam kedua tangan Claudie erat. Ada sesuatu yang tak bisa dijelaskan dari genggaman itu. "Biar begini saja. Lama pun tak apa. Dan jika kita sakit, kita akan sakit berdua. Dengan begini, tidak akan ada pihak yang di rugikan, kan?" Claudie tetap memeluknya. Dan Jonathan masih menggenggam tangan Claudie erat.

"Die, please. I don't want you to feel bad so, I bet you'd better go home. Masuk, ya?" Jonathan menyuruh Claudie untuk masuk ke dalam rumah. Duduk di depan perapian dan meminum segelas cokelat panas atau Earl grey tea. Tapi Ia tetap tidak mau. Sebentar lagi, Joe. Izinkan aku merasakan dinginnya atmosfir yang kau rasakan dalam perjalanan pulangmu ke rumah.

"Sebentar lagi, Joe. Aku masih mau begini.."

"Aku.. Aku juga sebenarnya masih mau, Die. Tapi aku rasa tidak ada hal yang lebih memalukan daripada ini. Maksudku, coba lihat. Beberapa pasang mata melihat kearah kita.. Die, ayolah.."

"Mereka hanya iri, Joe. Mereka iri karena mereka tidak bisa berbuat seperti ini dengan orang-orang yang mereka sayangi." Claudie mulai melonggarkan pelukannya dan Jonathan tertawa kecil.

"Begitu?" Jonathan membelai rambut Claudie yang basah terkena embun di akhir musim gugur yang dingin ini. "Sekarang, masuklah kedalam. Kita akan bertemu lagi besok. Sampai nanti." Ia melambaikan tangannya dan pergi. Claudie tidak menahannya. Membiarkan Jonathan pergi dan menghilang seperti kristal es yang melebur menjadi air saat mengenai tanah. Wow, musim dingin sudah datang.

***

"Did you receive my messages last night?" tanya Claudie saat Jonathan duduk di sofa ruang tengah rumah Claudie sambil memainkan iPadnya.

"Apa? Oh, ya. Aku menerimanya. Dan membacanya. Memangnya kenapa?"

"You didn't reply my messages. I thought you went out to somewhere with someone else, so yeah.."

Jonathan berhenti memainkan iPadnya dan tertawa. "Jealous, yet? Hahaha. Tidak, Die, I wasn't going anywhere. Aku tertidur. Aku baru membaca SMSmu saat aku bangun tidur." jawabnya. Aku mengangguk samar tanda mengerti. "Omong-omong, kita mau pergi kemana hari ini?"

Claudie menggedikan bahu dan berjalan menghampiri Jonathan lalu duduk disebelahnya. "Tidak tahu. Menurutmu kemana?"

"Luna Park?"

"Bosan."

"Westpoint?"

"Aku sedang tidak ingin menonton film.." Mereka berdua terdiam cukup lama. Tak lama kemudian, Claudie berseru, "Aku tahu!!" ujarnya antusias.

"Melbourne!" ujar mereka berdua bersamaan.

***

No comments:

Post a Comment