Sunday, 3 February 2013

Everybody Needs Someone To Talk With

Beberapa bulan yang lalu, saudara saya datang ke rumah saya untuk mengurus beberapa berkas-berkas pindah rumah yang belum selesai. Beliau datang ke rumah saya dengan anaknya yang paling kecil. Guntur namanya. Sedikit cerita, saudara saya ini sudah ditinggal meninggal oleh suaminya. Beliau mempunyai 4 orang anak. Yang paling besar seumuran dengan saya (kelahiran tahun 1997) dan yang paling kecil mungkin sekitar 5-6 tahun. Beliau tinggal di daerah Jombang, Jawa Timur dengan saudaranya yang lain. Saudara saya ini tinggal terpisah dengan anak-anaknya. Anak yang pertama sekolah di daerah Surabaya, yang kedua dan yang ketiga dimasukkan ke dalam Pondok dan yang terakhir ikut bersama beliau. Beliau ini pernah bercerita kepada saya sampai menangis tentang keluarganya dan saya tersentuh.

Beliau bercerita tentang kehidupannya yang sekarang dengan anaknya yang hidup terpisah. Beliau sampai menangis karena beliau bilang beliau nggak punya siapa-siapa buat diajak ngobrol di sana. Beliau juga sedih dengan kelakuan anak-anaknya yang suka membangkang padahal dulu anaknya tidak seperti itu. Setahu saya mereka semua itu penurut di bawah didikan ayahnya. Tapi sekarang sudah berubah, katanya. Anaknya yang pertama jadi suka main warnet melampaui batas. Bahkan beliau pernah menemukan beberapa batang rokok di lemari baju anaknya waktu beliau datang berkunjung ke Surabaya.

Jadi... Seperti kalimat yang sudah saya bold di atas, (sepertinya) semua orang itu butuh seseorang untuk diajak bicara dari hati-ke-hati. Masa?

Menurut saya begitu. Meskipun saya ini tipikal orang yang jarang sekali curhat dari hati-ke-hati dengan seseorang karena saya berpikir kalau, "these are my problems. I can solve them by my self." (Terdengar sok sekali ternyata setelah saya pikir-pikir :| ) Tapiiiiii jarang itu bukan berarti nggak pernah dong? Saya pernah curhat, kok. Meskipun bisa dihitung jari hasil curhatan saya yang dari hati-ke-hati. Dan saya kurang suka dengan membeberkan masalah pribadi saya dengan seseorang. Pun keluarga atau teman dekat saya sendiri. Saya lebih suka memendam semuanya. (tak jarang saya juga ikutan menyiksa diri sendiri karena hal ini hahaha) tapi rasa-rasanya, lebih aman menyimpan semua ini sendiri. Lebih aman dan lebih mudah. Ya, mudah. Setidaknya saya tidak perlu berbicara pada orang lain atau menjawab pertanyaan dari orang yang saya ajak curhat itu. Saya tidak perlu memutar otak. Tidak perlu menangis dan mengeluarkan segenap emosi-emosi saya untuk bercerita.

Tapi jika saya memendamnya, ceritanya lain lagi. Saya mungkin akan lebih lelah secara mental. Tapi saya tidak perlu membebankan orang lain, kan? Cukup membebankan diri sendiri eh, tapi saya juga tidak terlalu terbebani, kok.

Saya senang memendam sesuatu. Perasaan, rahasia, apapun. Karena saya bisa menikmatinya sendirian. Seutuhnya. Tanpa ada secuil pun yang harus saya bagi. Tapi bukan berarti saya tidak suka bercerita dari hati-ke-hati. Saya suka. Tapi saya lebih suka dan saya akan menjadi diri saya sendiri waktu saya bercerita dengan diri saya sendiri. Atau menjadi pendengar untuk seseorang yang bercerita dari hati-ke-hati dengan saya.

No comments:

Post a Comment