Dua puluh tujuh, bulan lima, dua ribu dua belas.
Ingat dan tahu itu hari apa?
Hari ulang tahunmu.
Dan aku mengirimkan kado untukmu.
Kado yang tidak seberapa.
Tapi seluruh isi hatiku tercurahkan lewat hadiah itu.
Lewat balon.
Dan juga selembar kertas yang berisi surat—yang dibentuk menyerupai perahu.
Balon yang aku terbangkan dan surat yang aku hanyutkan di kali dekat rumahku.
Ah, sudah bermuara dimana kira-kira balon dan perahu kertas itu?
Di rumahmu, kah? — melewati Samudera Hindia.
Atau malah bermuara di gorong-gorong?
Dan apakah balon gas berwarna merah itu sudah mengempis dan tidak sanggup untuk terbang lagi?
Apakah balon merah itu sungguh tidak bisa sampai ke depan rumahmu?
Apakah... Apakah....
Ya, Tuhan. Labuhkanlah perahu dan balon itu di depan rumahnya.
Juga labuhkanlah hatiku ini di hadapannya.
Satukanlah hati kami.
Karena 10 atau 15 tahun lagi hati kami akan menyatu.
Membentuk suatu barang imajiner yang disebut dengan cinta.
Ah, cinta.
Cinta yang tertulis dan terungkapkan secara tidak langsung lewat sebuah balon gas dan sebuah perahu kertas.
Dan yang aku tahu, cinta itu kamu.
Karena cinta aku ada di kamu.
Nggak muluk-muluk, kan?
No comments:
Post a Comment