Thursday 31 December 2015

Analogi Mentari, Rembulan, dan Gerhana

"Languages are beautiful."

He said this to me one night, and I couldn't agree more. He's a very good friend mine. He is talented. He draws like a God. He writes poem like a God. And he has something in his head that is so powerful. His minds are beautiful, if I have to be honest (if you're reading this, I know you're flattered thanks to my words. You owe me martabak okay).

And this morning, he sent me this. His analogy poem. And it was just beautiful. His words were dancing with the flow. Everything was perfect. And I asked his permission to put it on my blog. He said it was okay, and as a credit title, he wanted to be known as Enola Reverof. That bitch. Mind his a.k.a name, it might take you forever to treasure it (but it only took me minutes to get it. I know I am that awesome).

So here it is. An analogy poem by Enola Reverof. It's written in Bahasa, and translating poems only makes them worst so I choose to let it still in Bahasa.

Here, feel the words dancing and leaving that "Enola-Reverof-you-bitch-why-you-so-good" mark both on your chest and head.

--

Analogi Mentari, Rembulan, dan Gerhana

Hei, sedang apa Nona Matahari?
Apa yang kaupikirkan?
Sorot matamu hangat. Kucoba tunjukkan pada dunia, mereka tidak mengerti
Karena ketidakmampuanku menyampaikan sinar kehidupanmu,
Aku hanya jadi segumpal cahaya dingin di gelap malam
Bagaimana aku bisa mendampingimu, menyentuhmu, berdiri sejajar denganmu?
Cinta ini tak pantas
Biarkan aku memandangimu dari jauh

Hei, sedang apa, Bulan?
Hari ini seperti biasa aku bersemangat
Apa yang kaupikirkan?
Aku selalu memperhatikanmu,
Kenapa kau selalu dingin?
Aku tak ingin melihatmu seperti itu,
Tapi aku tak cukup hangat untuk mencairkan perasaanmu, kurasa
Atau mungkin dunia berlari ke arahmu
Karena bosan dengan panasku?
Karenanya aku hanya jadi sesuatu yang tidak dinantikan
Bagaimana aku bisa mendampingimu, menyentuhmu, berdiri sejajar denganmu?
Cinta ini salah
Biarkan aku memandangimu dari jauh

Hei, hari ini seperti ada yang berbeda
Matahari seperti tersipu
Ada tamu?
Mungkin gumpalan awan yang mengurai cahayanya
Tetapi tak seperti biasanya, matahari tak sama ceria,
Tapi hangat meski berbeda

Rupanya Bulan
Ia bertamu ke Siang, singgasana Sang Mentari,
Untuk sekadar bertemu sesaat
Bak sepasang kekasih yang lama tak jumpa,
Mereka bertatap muka bertemu mata,
Kita di Bumi pun tak sanggup berbuat apa-apa

Siapa yang segan mencegah pertemuan takdir yang indah tak berperikan ini?
Bahkan beberapa di antara kita memperingatinya
Dengan beribadah menghadap kiblat,
Penuh harap akan hadirnya hari-hari berikutnya,
Di mana mereka suatu saat akan bertemu kembali,
Dan menyaksikan kisah cinta pedih
Yang menawan ini

--

Dan andai saja saat itu aku mengenakan kacamata hitam saat melihatmu singgah ke singgasana Sang Mentari...

***

No comments:

Post a Comment