Sunday 26 February 2012

Mozaique #2

"Kau.. Kau tahu puisi itu? Astaga.." aku terpekik. Kaget. Tidak menyangka.

"When a Woman Loves a Man karya David Lehman, kan? Aku pernah membacanya di sebuah web dan, it was..good." jawabnya--santai.

Suaraku makin tidak terkontrol lagi saking senangnya. Dia berbeda. Aaron berbeda. Dia tidak seperti George, Nathan, Dan, atau pria lain yang langsung menguap begitu aku membicarakan tentang sastra. Entahlah,

"Eh," ia menoleh. "Apa?"

"Keberatan kalau aku panggil A saja? Supaya pendek, maksudku." ia mengangguk. Anggukan yang berarti 'Iya'. "A," ia tidak menoleh. Tapi merespon dengan suara 'Hm'. "Kau suka sastra? Kalau suka kenapa mengambil jurusan hukum?"

"Kenapa sekarang kau jadi mau tahu begitu, sih?" ujarnya--tertawa. "Itu hanya sekadar hobi, kok."

"Tapi ini lain, A. Hobi dan suka itu.. berbeda. Dan perbedaannya...tampak jelas."

"Ini hanya hobi. Nggak lebih, okay? Memangnya kalau aku menyukai sastra kenapa? Aku dapat nilai tambahan satu poin sebagai orang yang menarik? Lucu sekali."


Kalau iya, memangnya kenapa?

"Moza," ia berdeham. "Aku mengantarmu sampai sini saja, ya. Maaf, bukannya tidak sopan, tapi masih ada proposal yang belum selesai aku kerjakan."

Aku mengerjapkan kedua mataku. Hah?!

"Kenapa nggak bilang daritadi? Sekarang sudah jam 2! Coba kalau kau bilang daritadi. Aku 'kan bisa pulang sendiri!"

"Sshh, tidak apa-apa. Aku sudah biasa begadang untuk mengerjakan proposal sialan itu." ia tertawa. Tapi bagiku itu sama sekali tidak lucu.

"Fine," desisku pelan. "Pulanglah dan kerjakan proposalmu, dan ini, kartu pengenalmu. Terima kasih untuk hari ini, A."

"Hari ini? Maksudmu kemarin?"

"Hah? Ap.. oh, I got it. Maksudku, kemarin. Terima kasih. Dan juga untuk hari ini. Hari ini atau kemarin, entahlah, Intinya, terima kasih, A."

"Terima kasih juga. Catch you later."

***

Aaron itu berbeda. Benar, kan? Aku tidak salah, kan? Dia tidak menguap--maksudku, bahasa tubuhnya menunjukkan bahwa dia tidak bosan saat aku mulai berceloteh tentang puisi atau karya sastra yang lain. Ia bahkan tahu puisi karya David Lehman dan membacanya.

Astaga! Apa yang sedang aku pikirkan? Aaron Basch hanyalah pemuda biasa yang aku temui karena insiden 'mengambil kursi'. Aku bahkan tidak tahu dia tinggal dimana.., oh, dia tinggal di Seven Hills, aku bahkan tidak tahu ia kuliah dimana..., kalau tidak salah, di New South Wales University..., aku bahkan tidak tahu nomor ponselnya..., Astaga, ini benar-benar konyol!

Ini pasti efek karena kelelahan.

Aku sudah tiba di depan kamar apartement-ku. Memasukkan kunci ke lubang pintu, memutar knop dan langsung merebahkan diri di atas tempat tidur dan tidak memperdulikan bahwa jendela sedang terbuka dan membuat desiran angin malam di musim gugur masuk ke dalam ruanganku.

Besok pagi, semua akan berjalan lancar seperti biasa. Dan sepertinya, Aaron Basch akan menghilang dari pikiranku seiring dengan menguapnya rasa lelah yang menempel di tubuhku ini.

***

One said to me tonight or was it day
or was it the passage between the two,
"It's hard to remember, crossing time zones,


Flying - Sarah Arvio

***

No comments:

Post a Comment