Kamu tahu, saya mempunyai sepasang telinga. Dan keduanya masih berfungsi dengan baik.
Saya masih bisa mendengar suara-suara yang syahdu. Saya masih bisa mendengar lantunan suara adzan dari masjid di ujung gang. Saya masih bisa mendengar suara ibu saya membangunkan saya kala subuh datang. Saya masih bisa mendengar lantunan suara dari radio peninggalan almarhum ayah saya yang sudah usang. Saya masih bisa mendengar suara gesekan daun-daun di halaman yang saling mengucap rindu.
Mengucap rindu.
Hahaha, rindu apa.
Kamu tahu, saya mempunyai sepasang telinga. Dan keduanya masih berfungsi dengan baik.
Kadang telinga saya mendengar apa yang ingin saya dengar. Namun kadang mendengar apa yang tidak ingin saya dengar. Dan tidak jarang mendengar sesuatu yang tidak ingin saya dengar namun mau tidak mau harus saya dengar; dan sebaliknya. Vice versa.
Kamu tahu, saya mempunyai sepasang telinga. Dan keduanya masih berfungsi dengan baik.
Dan saya masih bisa mendengar kamu. Kamu. Suaramu. Tawamu. Ceritamu. Gurauanmu. Candamu. Leluconmu.
Kamu tahu, saya mempunyai sepasang telinga. Dan keduanya masih berfungsi dengan baik. Dan apabila suatu saat sebelah telinga saya tidak dapat berfungsi lagi dengan baik sebagaimana mestinya, ketahuilah, saya masih mempunyai sebelah telinga yang lain.
Yang bersedia untuk mendengar ceritamu. Walaupun kamu tidak ingin ceritamu didengar oleh saya, lalu kamu memilih telinga orang lain yang masih utuh, yang sempurna, untuk mendengarkan cerita kamu.
Ketahuilah, walau sayup, telinga saya masih dapat mendengar sayup yang syahdu itu.
Walau sayup, walau kamu tidak meminta saya untuk mendengar, walau kamu tidak meminta pendapat saya tentang apa yang baru saja saya dengar, ketahuilah, saya masih bersedia mendengarkan.
Walau jauh. Walau tidak diminta.
Hanya mendengarkan saja.
Lalu diam-diam bersyukur. Nikmat Tuhan mana lagi yang bisa sepasang (atau sebelah?) telinga saya dustakan saat mendengar sayup syahdu yang keluar dari mulutmu itu?
No comments:
Post a Comment