#A, setiap kali aku memikirkanmu, yang terlintas di benakku hanyalah kenyataan.
Kenyataan. Iya, itu yang selalu terlintas. #A, kalau dipikir-pikir, aku bodoh, ya?
Memikirkanmu tapi kau sendiri tidak memikirkanku—bahkan mengenalku.
Jadi bagaimana sekarang?
Berhenti untuk memikirkanmu?
I’ve done to try, #A. Sudah. Tapi tetap tidak bisa. Sulit.
#A, kapan kau bisa melihatku?
Kapan kau bisa mendengarku?
Kapan kau bisa merasakan kehadiranku?
Aku memang kekanak-kanakan,
Pikiranku masih tidak sejalan dengan realita.
Dan memikirkanmu malah membuatku jauh terhempas dari realita.
#A, entahlah, sulit untuk menghapus namamu,
Sulit untuk berhenti membayangkan bagaimana matamu, hidungmu, telingamu, wajahmu,
Sulit untuk tidak membayangkan senyummu..,
Semuanya sulit.
#A, tatap mataku. Karena disana terdapat potongan rupamu dalam khayalku.
#A, tatap mataku dan tersenyumlah. Karena disana terpantul senyummu yang selalu menempel di benakku.
#A, tatap mataku lebih dalam lagi. Karena sedalam itulah aku berusaha untuk mengenalmu.
#A, tatap mataku dan jangan pernah kau alihkan pandanganmu. Tolong. Sekali ini saja, tatap mataku lebih dalam dan lebih dalam lagi.
Karena aku menginginkannya—kau untuk menatap mataku dalam, dan lebih dalam lagi.
***
No comments:
Post a Comment