Awal bulan Maret. Waktunya langit menumpahkan seluruh cairan yang telah ia timbun selama kurang lebih 6 bulan. Awan kelabu menggumpal di atas langit. Suara gemuruh bersahut-sahutan. Seakan-akan memberi isyarat bahwa sebentar lagi hujan akan turun. Di iringi dengan semilir angin yang cukup membuat merinding.
Pria itu, dengan kacamata full-frame-nya dan dengan kamera Nikon D90 yang selalu menggantung di lehernya menatap keluar jendela yang mulai di hiasi rintik-tintik hujan. Ia seperti sedang memperhatikan gerak-gerik orang di luar sana. Juga seperti sedang memperhatikan jatuhnya rintik hujan ke permukaan bumi.
Aku melihatnya, lagi. Hampir setiap hari aku melihatnya. Duduk disana, di temani dengan kamera dan iPad-nya yang selalu menemani pria itu. Entah apa yang ia tunggu. Sesekali aku meliriknya, dan tatapannya terus terpaku keluar jendela. Apa yang ia cari? Selama 1 minggu aku berusaha mencari jawabannya. Tapi tetap, jawaban itu tak kunjung datang.
***
Udah hampir 2 minggu gue datang kesini. Dan orang itu tetap nggak datang. Gue masih nunggu dia. Gue masih menunggu janjinya waktu itu. Tunggu dia disini, dan ambil fotonya. Tapi apa? Kamera gue cuma bisa nganggur disini. Menunggu objek yang entah hilang kemana.
Yang gue tunggu dari dia, selain fotonya, yaitu janjinya. Janji yang dulu banget dia bilang sama gue. Dia janji kalau dia akan bantuin gue nyari objek yang bagus buat lomba fotografi gue dulu, sekitar 2 bulan yang lalu. Lombanya emang udah lewat. Tapi dia udah janji sama gue. Dan janji dia itu, yang bikin gue mau nunggu 3 bulan lamanya.
Oh iya, 1 lagi. Gue mau minta maaf sama dia. Dulu, waktu kita masih kuliah di tempat yang sama, gue janji mau bantuin dia waktu itu. Dalam rangka penggalangan dana.., ya kira-kira kaya gitu. Dan gue benar-benar lupa disitu. Gue malah sibuk sama urusan gue sendiri. Dia emang nggak marah waktu itu. Tapi gue merasa bersalah.
Dan disinilah gue. Menunggu. Nggak tau sampai kapan.
***
Aku melirik. Orang itu masih disana. Melihat ke arah jam 3, ke luar jendela. Memperhatikan rintik hujan yang turun perlahan ke bumi.
"Minumnya mau tambah lagi, mas?" seorang waitress menghampiri pemuda itu. Pemuda itu tersentak dan menatap gelasnya yang sudah kosong.
"Boleh, blueberry tea, ya." ujar pria itu---tersenyum. waitress itu mengangguk dan berlalu. "Eh mba tunggu.. sebentar,.." waitress itu kembali menghampiri pria itu.
"Ya?" tanyanya. "Ada yang kurang?"
"Ada pesan untuk saya? Dari seseorang? Namanya......,"
Ponsel-ku berbunyi nyaring. Sial! Di saat seperti ini? Aku ingin tahu apa yang sedang pria itu bicarakan! Aku menekan tombol answer dan berbicara dengan Lytha---kakakku yang tadi menelefon. Dan tentang pria itu---aku akan menemuinya besok.
***
Gue risih. Daritadi ada cewek yang ngeliatin gue mulu. Gue tau, gue nyadar. Maka dari itu gue selalu mengalihkan pandangan gue ke luar jendela. Dari kaca jendela, gue masih bisa liat wajah cewek itu sekilas. Dan mukanya hampir sama kayak Lytha. Orang yang gue tunggu dari 2 minggu yang lalu.
Kata mbak-mbak pelayan di cafe ini, nggak ada satupun pesan buat gue. Tadinya gue mikir kalo Lytha bakalan ninggalin pesan ke gue, kenapa dia nggak dateng nemuin gue disini. Tapi nihil. Dan kayaknya gue mesti nunggu dia lagi disini.
***
"Aku baru mau pulang..., aku nggak tau orangnya yang mana! Tadi banyak orang yang bawa iPad di cafe itu. Jenis kameranya, aku juga nggak tau. Bagiku kamera SLR itu sama aja..., besok? Lagi? Kak, mending kakak sendiri aja deh yang ketemu sama orang itu. Udah ah!" sambungan terputus. Kakakku memang keras kepala. Ia menyuruhku untuk menemui temannya di cafe itu. Dan katanya, dia selalu membawa iPad dan kamera SLR-nya. Nama orang itu Duta. Kakakku---Lytha, ingin memberikan sebuah potret gambar dirinya kepada Duta. Janji lama, katanya. Tapi entah kenapa, kakakku tidak mau memberikannya sendiri. Aneh.
***
Udah hampir gelap. Ditambah mendung. Sama kayak isi pikiran gue. Keruh. Dan lagi, dia nggak datang. Gue bangun dari tempat duduk gue. Gue sempet ngeliat ke arah luar jendela. Dan disana, Lytha berdiri. Di bawah rintikan hujan. Dengan cewek yang tadi ngeliatin gue di dalam cafe.
***
"Orangnya yang itu? Serius kak? Masa sih? Ih serius, aku nggak nyangka. Aku selalu ketemu orang itu disana."
"Udah tau kan orangnya yang mana? Tuh, dia lagi ngeliat ke arah sini. Sekarang kamu lari ngasih album ini, gih." Aku mengangguk dan segera berlari kecil kearah pria itu.
***
Lytha disana! Gue hampir nggak percaya sama apa yang gue liat. Dan dia ngeliat kesini, kearah gue. Oh, cewek itu, yang tadi ngeliatin gue di cafe berlari kecil kearah gue. Apa hubungannya Lytha dengan cewek itu?
***
"Duta, ya?" pria itu mengangguk, sambil melihat ke luar jendela. Kearah kak Lytha. "Saya Dytha. Adiknya kak Lytha. Kak Lytha bilang, dia nitip ini buat kamu." Aku mengulurkan album foto itu. "Saya pergi dulu, ya. Oh. satu lagi. Kak Lytha bilang, kamu mesti berhenti nungguin dia. Masih ada sesuatu yang layak buat kamu tunggu."
***
Cewek itu, yang namanya Dytha, yang katanya adiknya Lytha ngasih sebuah album foto ke gue. Gue nggak tau isinya apa. Gue masih ngeliatin Lytha disitu. Di seberang jalan. Sekilas, gue ngerasa kalau dia senyum ke gue. Dan Lytha pergi. Dia pergi sama Dytha---adiknya.
Gue kembali duduk di kursi yang tadi gue dudukin. Dan gue ngebuka album foto itu.
Isinya ada beberapa foto hasil bidikan gue. Entah bidikan asal, atau bidikan yang pernah gue ikutin ke salah satu sayembara dan pameran. Dan juga ada foto gue sama dia waktu kita berdua lagi tidur-tiduran di lapangan---waktu kita capek habis nyari objek fotografi yang nggak ketemu-ketemu dan akhirnya kita berdua berpose konyol. Konyol banget.
Ada foto waktu dia ulangtahun. "Lytha's Birthday Bash! :D" waktu dia di siram pake kopi, terigu, sama telur. Ada foto bidikan dia waktu gue lagi serius ngerjain soal-soal logaritma yang susahnya minta ampun.
Dan sekelibat kenangannya juga.
Di halaman terakhir, ada potret dirinya sendiri. Matanya nggak ngeliat ke arah kamera. Dia ngeliat keluar jendela sambil bertopang dagu. Di samping lengannya ada selembar foto. Foto gue sama dia. Waktu kita berdua lagi foto studio di studio punya bokap gue. Seinget gue, gue nggak pernah motret dia dalam momen yang kayak gitu. Bukan gue yang motret. Bukan gue. Tapi Egi.
Selembar kertas terselip.
Bonjour, Duta! ;D
Mungkin, waktu lo liat album foto itu, lo bakal senyum-senyum sendiri karena lo bakal inget sama gue haha!
Dan surat ini pasti bikin lo bingung. Iya, kan? Nah, gue minta maaf sebelumnya kalau selama ini gue 'menghilang' dari lo. Dan janji gue ke elo tentang sayembara itu, maaf, maaf banget, gue gak bisa nepatin janji itu. tapi gue nepatin janji gue yang satu lagi! foto gue sendiri. udah liat, kan? keren nggak?xoxo. foto itu yang ngambil Egi. inget? temen kita dulu. yang dulu jadi crush gue ;p tapi tenang, kita cuma temenan, kok. lo masih tetep jadi sahabat baik gue, Ta. dan alasan kenapa gue menghindar dari lo, nggak tau deh, gue sendiri juga bingung haha.
lo udah lama nungguin gue, kan? maka dari itu, dari sekarang, yuk, berhenti nungguin gue. karena masih banyak hal yang pastinya sangat amat layak buat lo tunggu. salah satunya... iPad keluaran terbaru atau DSLR yang lo idam-idamkan selama ini ;p xoxo
have a great day, Duta! :)
ps: cuma bisa ngasih album dan portrait gue sendiri. janji gue lo anggap lunas, ya! ;) satu lagi, menunggu itu nggak enak. lo harus berhenti nunggu yang nggak pasti kayak gini. soal alasannya, semua orang punya sesuatu yang nggak harus di kasih tau ke orang banyak, kan?
***
Terinspirasi dari cerpen karya Kimiko Hikari Z yang berjudul Frappuccino.
No comments:
Post a Comment